Social Icons

Pages

About Me

Minggu, 08 Maret 2015

SEJARAH PEMBERONTAKAN G 30 S/ PKI

SEJARAH PEMBERONTAKAN G 30 S/ PKI

SEJARAH PEMBERONTAKAN G 30 S/ PKI
Peristiwa sejarah terbunuhnya tujuh jendral TNI Angkatan Darat akibat pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga kini masih menyisakan sejumlah tanya. Buntut dari kejadian yang dikenal dengan G30SPKI itu juga mengakibatkan tewasnya ratusan ribu penduduk Indonesia yang diduga penganut paham ataupun keturunan komunis.


Pemberontakan yang menurut versi Orde Baru disebut-sebut sebagai sebuah peristiwa yang merusak keutuhan Pancasila dimana terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap 7 orang jenderal yaitu Jendral TNI Ahmad Yani, Letjen TNI MT Haryono, Letjen TNI S Parman, Letjen TNI Suprapto, Mayjen TNI Sutoyo, Mayjen TNI DI Panjaitan dan Jenderal AH Nasution yang berhasil lolos sehingga ajudannya Letnan Pierre Tandean yang diculik oleh gerombolan PKI. Selang hanya satu hari yaitu pada 1 Oktober 1965 para pelaku pemberontakan itu berhasil diringkus dan ke 7 korban penculikan dan pembunuhan berhasil ditemukan di kawasan Lubang Buaya, Halim, Jakarta Timur dibawah komando seorang perwira tinggi yang lolos dari target penculikan dan pembunuhan yaitu Mayjen TNI Soeharto.
pada tanggal 30 September 1965 meletuslah pemberontakan PKI. Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari menjelang subuh, PKI mengadakan penculikan terhadap perwira-perwira Angkatan Darat dan mengumumkan adanya Dewan Revolusi. Penculikan-penculikan itu dilakukan oleh beberapa anggota pasukan Cakrabirawa (Barisan Pengawal Presiden) di bawah pimpinan Kolonel Untung. Mereka menculik dan menyiksa para perwira Angkatan Darat tanpa mengenal perikemanusiaan.
Setelah itu jasad para perwira tadi dimasukkan ke dalam sumur Lubang Buaya di Jakarta. Adapun beberapa perwira TNI Angkatan Darat yang diculik tersebut adalah:
1. Letnan Jenderal Akhmad Yani
2. Mayor Jenderal Suprapto
3. Mayor Jenderal M.T. Haryono
4. Mayor Jenderal S. Parman
5. Brigadir Jenderal Panjaitan
6. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomihardjo

Kemudian usaha penculikan terhadap diri Jenderal A.H. Nasution gagal, tetapi ajudannya Lettu Pierre Tendean berhasil diculik dan dibunuh di Lubang Buaya juga. Bahkan putri tercinta A.H Nasution, Ade Ima Suryani yang baru berusia 5 tahun juga menjadi korban keganasan para penculik PKI.

Peltu Polisi Karel Sasuit Tubun juga gugur dalam melawan gerombolan penculik yang sedang memasuki halaman rumah Leimena. Disamping itu, pembunuhan juga berlangsung di berbagai daerah. Di Yogyakarta kaum pemberontak telah menculik Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono.

Kemudian kesepuluh perwira di atas, oleh pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.

Melihat keadaan yang cukup gawat itu, maka Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima KOSTRAD (Komando Strategi Angkatan Darat), segera mengambil tindakan tegas. Tanggal 1 Oktober 1965 keadaan ibu kota sudah dapat dikuasai. Kemudian untuk menumpas kekuatan G 30 S/PKI di berbagai daerah di kirimkanlah pasukan RPKAD dibawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi. Dalam waktu singkat PKI dapat dilumpuhkan. Pemimpin-pemimpinnya ditangkap. Sedang D.N Aidit yang merupkan pimpinan utama PKI tertembak mati di daerah Surakarta. Dengan demikian keadaan keamanan dapat dipulihkan.

Peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 merupakan tragedi nasional. Pada hari itu Dasar Negara Pancasila akan diganti komunisme oleh PKI. Berkat pertolongan Tuhan Yang Mahakuasa dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, maka ABRI dan rakyat di bawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto dapat menggagalkan usaha PKI. Pancasila tetap kokoh sebagai dasar negara RI.

Oleh karena itu, maka pada setiap tanggal 1 Oktober kita peringati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
PKI merupakan partai yang mendapat dukungan dari Soekarno begitupun sebaliknya PKI sangat mendukung kepemimpinan Soekarno yang anti Amerika dan pro kepada Uni Soviet dimana politik sosialis demokratik dan azas pemerataan diutamakan itulah yang membuat PKI merasa sangat berkepentingan untuk mencegah pemberontakan dewan jenderal tersebut. Setelah melakukan pertemuan-pertemuan diantara petinggi PKI akhirnya disepakati bahwa aksi penumpasan dewan jenderal akan dilakukan pada tanggal 30 September 1965. Dalam rapat-rapat yang dilakukan para pimimpin PKI tidak disinggung sedikitpun tentang Soeharto meskipun termasuk seorang perwira berpangkat tinggi tapi mungkin dianggap tidak membahayakan kepentingan mereka.

Hingga pada tanggal 30 September 1965 pukul 4 pagi dilaksanakanlah aksi penumpasan para jenderal dengan menculik 7 jendral yang dijadikan target PKI. Para jenderal tersebut kemudian dibawa ke lubang buaya dimana disana telah menunggu massa pendukung PKI, mereka telah berkumpul sejak tanggal 29 September sore. Massa pendukung PKI diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja terhadap ketujuh orang jenderal tersebut yang dianggap telah menyengsarakan rakyat. Sebelum melakukan penyiksaan dan pembunuhan mereka bernyanyi-nyanyi dan berpesta pora di lubang buaya tersebut.

Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto segera bertindak cepat, penculikan dan pembunuhan para jenderal tersebut telah membuat lumpuhnya TNI Angkatan Darat. Dan sesuai kebiasaan yang berlaku bahwa apabila Menteri/Panglima Angkatan Darat berhalangan maka Penglima Kostrad yang mewakilinya sehingga untuk sementara pucuk pimpinan Angkatan Darat dipegang oleh Mayor Jenderal Soeharto. Berdsarkan laporan lengkap yang disampaikan oleh Panglima Komando Daerah Militer V/Jaya yang saat itu dijabat Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah maka diambil langkah-langkah mengkoordinasikan kesatuan-kesatuan yang berada di Jakarta, kecuali Angkatan Udara yang ternyata panglimanya adalah salah seorang pendukung G 30 S/PKI tersebut.

Setelah dilakukan penelitian dan penilaian maka Panglima Kostrad mengambil kesimpulan sebagai bahwa penculikan dan pembunuhan para Jenderal merupakan bagian daripada usaha perebutan kekuasaan pemeritah; pimpinan Angkatan Udara terlibat dalam membantu usaha tersebut; pasukan-pasukan Batalyon 454/Para Divisi Diponegoro dan Batalyon 530/Para Divisi Brawijaya yang berada di lapangan Merdeka, berdiri di pihak yang melakukan perebutan kekuasaan. Kedua pasukan ini di datangkan ke Jakarta dalam rangka hari ulang thaun ABRI 5 Oktober 1965.

TNI dibawah komando Soeharto pada 1 Oktober berhasil menguasai pangkalan udara Halim Perdanakusumah dan Lubang Buaya, kemudian keesokan harinya yaitu tanggal 2 Oktober 1965 jenazah perwira TNI AD berhasil di temukan di Lubang Buaya dan dimakamkan bertepatan dengan ulang tahun ABRI yaitu tanggal 5 Oktober 1965 di TMP Kalibata. Beberapa orang yang terlibat dalam pemberontakan G 30 S/PKI kemudian melarikan diri ke berbagai tempat di Pulau Jawa termasuk Letkol Untung yang akhirnya berhasil ditangkap di Tegal pada tanggal 11 Oktober 1965, D.N. Aidit sebagai pimpinan PKI waktu itu ditangkap di Surakarta pada 22 November 1965 dan tokoh-tokoh PKI lainnya.

Tuntutan untuk membubarkan PKI, bubarkan kabinet seratus menteri dan turunkan harga kemudaian dikumandangkan oleh para mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi hingga salah seorang mahasiswa dari Universitas Indonesia Arif Rahman Hakim tewas dalam aksi demonstrasi tersebut yang kemudian mendapat gelar pahlawan amanat penderitaan rakyat (Ampera). Gejolak politik yang terjadi pada saat itu membuat Soekarno mengeluarkan surat perintah yang dibuat pada tanggal 11 Maret 1966 yang kemudian dikenal dengan Supersemar, isinya memberikan amanat kepada Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan demi mencapai keamanan dan ketenangan. Supersemar ini merupakan titik awal berdirinya rezim Orde Baru karena pada tanggal 12 Maret 1966 PKI dinyatakan sebagai partai terlarang di seluruh Indonesia, semua orang yang diindikasikan terlibat dalam peristiwa G 30 S/PKI dibersihkan dari kabinet dan berdirilah kabinet Orde 30 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates